Sunday, October 31, 2010

Mama, Malaikat Kecil Tuhan di Bumi

Jika ada yang bertanya kepadaku, "Apa yang paling kamu syukuri sepanjang hidupmu ?" Maka tanpa ragu aku akan menjawabnya "Aku sangat bersyukur untuk Mama, malaikat kecil Tuhan yang ditempatkanNya bersamaku di bumi ini". Klise kah ? Tidak. Ini sungguh suatu ungkapan yang jujur & tulus atas segala apa yang sudah beliau lakukan selama ini.

Aku jadi teringat lembaran masa kecilku,

Aku bersyukur untuk kesetiaan mama, tidak hanya di saat aku sehat, tetapi terutama ketika aku terbaring. Dia, mama, selalu setia menemani & merawat. Tak jarang ia mengorbankan waktu tidurnya karena terlalu mengkhawatirkanku. Dia, orang pertama yang aku lihat ketika aku bangun tidur...

Takkan kulupa kesabarannya menghadapiku si anak bandel ini. Disuruh makan malah mondar-mandir, sibuk main mainan dan lama mengunyah makanan pula. Namun mama dengan senyumnya & lembutnya tetap menyuapkan sendok demi sendok nasi ke dalam mulutku yang sibuk ini. Tak jarang, makanan tersebut tumpah, tak jarang aku ngamuk dan memuntahkan makanan di dalam mulutku. Dengan penuh kesabaran dia membersihkan mulutku kemudian membersihkan sisa makanan di lantai. Saat itu kuingat mama sedang sibuk, tapi tetap saja ia begitu sabar.

Ketika aku merengek-rengek minta mainan yang aku lihat di toko-toko mainan, ia tidak segera membelikannya. Ia mengelus kepalaku dengan lembut dan mencoba memberi pengertian bahwa mainan itu tidak terlalu kubutuhkan. Mama mengajarkan aku sejak kecil untuk tidak menghambur-hamburkan uang demi sesuatu yang tidak penting. Belilah barang yang penting & dibutuhkan, demikian katanya menghiburku. Aku yang waktu itu masih kecil, marah, nangis sekeras-kerasnya dan 'ngambek'. Bisa kubayangkan bagaimana perasaannya melihatku seperti itu dan dilihat oleh orang-orang sekitar. Marah ? Wajar, menurutku. Memukulku ? Tidak, sama sekali tidak. Ia selalu tahu bagaimana membuat aku menjadi diam & tersenyum kembali.

Ketika aku kedinginan, dia orang pertama yang memberikan selimut, kaos kaki bahkan jika semua itu tak ada, tidak usah diragukan lagi ia pasti memelukku seerat-eratnya. Tidak dipikirkannya dirinya, yang penting adalah bagaimana anak-anaknya merasa hangat. Itu ibuku.

Ketika kami makan bersama di rumah ataupun rumah makan, mama adalah orang yang makannya paling sedikit. Jika masakan di rumah tinggal sedikit, tak jarang beliau makan begitu sedikit dan menyisakan kami cukup banyak. "Yang penting kalian (Robert, Agustine, Calvin) makan bisa kenyang, mama makan sedikit juga ga pa2" Ia juga rajin kupas ikan, udang, dan hewan-hewan lain untuk keluarganya. Tidak takut tangannya kotor atau berminyak. Beberapa kali hanya makan dengan kuah dan sisa makanan yang ada. Bukan tipe yang suka milih-milih makanan. Itulah ibuku.

Ketika aku mulai masuk Taman Kanak-Kanak (TK), dia selalu setia mengantar & menungguku hingga selesai kelas. Dengan perlahan ia menggandeng tanganku. Terlihat semangat & harapan di matanya , "kelak suatu saat anakku harus menjadi seorang yang sukses". Tidak pernah bosan-bosannya, ia mengajariku mata pelajaran yang tidak kumengerti. Ia begitu semangat memeriksa buku PR & agendaku. Mengingatkanku jika aku lupa mengerjakan tugas-tugas yang ada. Ketika ujian, ia orang yang selalu menemaniku belajar hingga larut malam. Itu ia kerjakan mulai aku duduk di taman kanak-kanak hingga sekolah dasar. Ia memujiku ketika PR dan hasil ujianku mendapatkan nilai 8 hingga 10. Di lain sisi, ia sedih jika melihatku mendapatkan nilai yang buruk. Semuanya itu ia kerjakan dengan setia dan penuh kasih tanpa mengabaikan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Ia orang yang sangat berjasa membawaku bertemu Tuhan. Ia selalu membangunkanku setiap minggu untuk pergi ke gereja / Sekolah Minggu. Jika aku malas bangun atau mulai terlambat ke gereja, ia yang menegur dan memarahiku. Ia berkata harus rajin-rajin ke sekolah minggu supaya tambah pinter di sekolah. Beberapa kali juga mama ikut menghadiri ibadah natal di gereja. Tiap tahun aku berdoa agar ia mau melunakkan hatinya dan percaya kepada Tuhan. Tapi nampaknya Tuhan belum menjawabnya ...

TOK TOK TOK ...

Aku tersadar dari lamunanku. Pintu terbuka. Ternyata mama yang masuk. Tampaknya ia begitu lelah. Tugas rumah sebagian besar, mama yang mengerjakannya. Bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan bekal, buat makan pagi/siang/malam, sapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, jemur baju, beresin rumah ia yang mengerjakannya sepanjang hari. Kuperhatikan badannya, sudah tidak tegap lagi. Badannya mulai lemas dan sedikit lesu. "Mungkin akibat dari penyakitnya", pikirku. Ketika aku tahu mama menderita sakit yang cukup menyiksanya, aku sedih. Hal ini terus menerus menggangu pikiran & emosiku. Tanpa lelah aku berusaha membujuknya konsultasi ke dokter, walaupun beliau takut akan hasilnya. Tiap hari aku berdoa, berdoa tanpa lelah, memohon pada Allah yang Maha Kuasa untuk bisa memberikan kekuatan & kesehatan kembali pada mama. Tak tega rasanya melihat seorang Ibu yang sudah merawatku selama 23 tahun terbaring lemas, tertunduk lesu dan seakan-akan hidupnya pun tidak ada pengharapan lagi. Aku berdoa padaNya, " Tuhan, jangan ambil mama, aku belum siap untuk itu. Kami belum siap... Dia belum percaya padaMu. Ambil saja aku, jangan mamaku". Di tengah-tengah kebimbangan dan ketidakpastian aku berdoa dan berharap yang terbaik untuknya ...

====================================================================

Postingan di atas aku tulis pada 19 September 2010 di tengah-tengah kondisi mama yang pada saat itu memang lagi lemah dan sakit. Tapi puji Tuhan kini, mama sudah perlahan-lahan pulih. Sejauh ini tidak tampak gejala-gejala penyakitnya yang terkadang membuatku cemas & mengkhawatirkannya. Aku percaya itu pun karena ada campur tangan Tuhan. Doaku selama ini tidak sia-sia. Thanks God.

Aku tersenyum ketika melihatnya tersenyum.

Aku suka melihat senyumannya. Senyuman yang sama yang diperlihatkannya padaku 23 tahun yang lalu. Senyuman yang menggambarkan jerih payahnya, sukacita dan perjuangan menjadi seorang Ibu yang membesarkan anak-anaknya hingga kini.

Senyuman seorang malaikat.

Senyuman seorang mama.

Monday, May 3, 2010

Kisah 105.000 : Iman, Kesabaran & Logika

Ambil nafaas yang panjanggg ...

Lalu

Hembuskan Pelan-Pelan ...

Ambil Nafas lagi lagi lagi dan tahan ... tahan dan tahan.. Nikmati irama nafas hidup yang ada dan bergejolak di dalam ruang rongga hidung..

Huff ... (hembuskan dengan perlahan)

Pagi ini 3 Mei 2010, dibuka dengan makan makanan entah bakpao entah mantao entah roti antah berantah dengan bentuk yang ga jelas serta rasa yang ga jelas gitu (warna pinky tapi rasa kek setengah sosis, setengah daging manusia ..oopss..). Beberapa kali nahan napas sambil telen itu potongan-potongan 'benda-aneh' hingga ludes dari mulut.. Terpaksa ? Maybe yes, maybe no..

Segera bergegas pergi ke kantor .. dan like always seperti biasanya.. berlari-lari ngejar bis 213 yang sudah dikerumuni penumpangnya (kek mau dijarah aja itu bis). Well, itu bis bener-bener laku banget dah trayeknya.. keknya kalo gw ada modal pengen buka usaha franchise bis 213 itu dah.. palingan dalam sebulan uda balik modal lagi.. (geleng-geleng).. Gw masuk dari pintu depan, dan lihat kiri kanan (kulihat ada banyak pohon cemara la la .. KAGA GW GA SAMBIL NYANYI itu lagu !!!) ada banyak orang yang sedang duduk.. sambil terus berharap dapet tempat duduk yang enak, gw terus jalan ampe belakang dan akhirnya semua bangku uda keisi..

Dengan sedikit lunglai langkah kaki ini, akhirnya gw mutusin untuk berdiri di tempat favorit gw di belakang bangku paling belakang (bingung ? coba aja naik bis 213 dulu, jangan-jangan ente blum pernah lagi sama sekali ckckck...). Eh ternyata itu kenek dorong-dorong gw suruh duduk di sebuah peti kemas entah ukuran berapa x berapa gw ga sempet ngukur.. yang jelas muat seukuran pria dewasa gitu.. duduk bersandarkan pintu belakang bis.. yah lumayan lah daripada berdiri gt.. Rasanya risih banget ketika harus diduduk di tempat yang rada tidak wajar gitu.. udah gitu di sisi yang sangat bagus untuk menabung vitamin E pula (baca : sangat terkena sinar matahari yang panas dan menyengats).. keringet pun mulai turun setetes demi setetes ..mengalir turun dari kepala, leher, badan, paha hingga jari kaki (keknya ga selebai ini deh =P)...pokoknya bener-bener panas bin ipin ... ini baju kemeja jadinya basah .. diterpa kilauan matahari pagi hari jam 8 yang seperti matahari jam 12 di khatulistiwa super panas...

Macet, suara klakson, kenek super nekat adalah pemandangan normal sehari-hari buat gw, jadinya ga heran lagi kalo di jalanan ud kek Pasar Raya Grande aja.. rame hilir mudik.. Dalam waktu 15 menit, itu bis uda terisi full alias penuh, sampe2 penumpangnya harus desek2an segala .. dan gw masih nunggu kira2 1 jam lagi buat sampe ke kantor gw yang sangat gw cintai dan banggakan itu (amit2 dah)..

Seperti biasa gw sampai di kantor dan segera disambut dengan senyuman hangat dari para protekom yang sedang berjaga dan teman2 driver sekalian.. Ini hal yang wajar aja sih (GR mode:ON). Baru sampe kantor, gw ud diribetin sama pembahasan ga jelas bin aneh tentang Oracle IAS (internet application server).. ini Barang sakti juga ga ada yang pada ngerti di ruangan gw semua, walaopun ada beberapa yang uda dapet OCP Oracle iAS tapi yah itu dia kutu kupretnya .. cuma sekedar sertipikat berlogo Oracle dan berbau OCP (Oracle Certified Profesional) yang didapat dari menggali kisi-kisi soal ujian OCP iAS...Begini nasib kalian semua wahai mahasiswa kisi-kisi, dari luar sertifikasi Oracle dari dalam kosong melompong ga ada jeroannya ...


Entah kenapa tiba-tiba gw males lanjutin ini cerita.. So, sampai disini dulu ya ?
Ga nafsu nulis lagi hehehehe...